Selepas Hari Raya Idul Fitri, ada sebuah kebiasaan di
Nagara Kabupaten HSS yang saat ini sudah jarang sekali dilaksanakan. Kebiasaan
dimaksud adalah penggalangan dana untuk pembangunan tempat ibadah atau madrasah
melalui kegiatan WARUNG AMAL DAN LELANG.
Warung Amal adalah warung yang menjual makanan dan
minuman dengan harga khusus yang melebihi harga normal. Semua keuntungan yang
diperoleh dari hasil penjualan akan disumbangkan sebagai amal. Jadi orang yang
makan atau minum di Warung Amal sejatinya juga berniat untuk
bersedekah/beramal. Warung ini ada beberapa buah dalam jarak yang berdekatan
dengan kegiatan.
Sedangkan Lelang sendiri merupakan transaksi penjualan
makanan, minuman, atau barang tertentu yang dilelang secara terbuka. Harga
dipatok dari nilai terendah sampai tertinggi sesuai kesanggupan akhir penawar.
Artinya siapa yang menawar terakhir akan mendapatkan barang yang ditawarkan dan
langsung membayar harganya di tempat. Tentu saja harganya jauh dari harga
normal. Tapi sekali lagi semuanya dimaksudkan untuk amal. Barang yang dilelang
biasanya berupa makanan seperti Nasi lengkap dengan lauknya dalam satu rantang,
wadai (kue) khas Nagara seperti Bingka, Roti, Agar-agar, Aloa, Lapat dan
lain-lain. Bisa juga berupa barang seperti kaos, rokok, sorban, baju muslim,
sajadah, atau kain sarung.
Kegiatan Lelang ini biasanya mendatangkan seorang atau
beberapa orang yang disebut Pelelang. Tugasnya adalah melelang satu persatu
barang sampai terjual habis. Barang-barang yang dilelang biasanya hasil dari
sumbangan masyarakat sekitar.
Agar tidak membosankan, Lelang ini biasanya diselingi
dengan kegiatan hiburan berupa lagu-lagu Islami dari grup kasidah atau rebana.
Bisa juga mendatangkan grup lawak, penceramah, atau Madihin.
Hampir sepuluh tahun rasanya saya tidak lagi bisa
menikmati kegiatan Warung Amal dan Lelang ini di Nagara. Padahal ada suasana
keakraban dan solidaritas di dalamnya. Meskipun ada juga yang memanfaatkannya
untuk sekedar mencari hiburan semata.
Masih ingat ketika masa remaja dulu kami rela berjalan
kaki ke kampung sebelah atau bersepeda untuk menikmati malam Amal ini. Dengan
berbekal uang ala kadarnya kami bisa menikmati duduk santai dengan segelas teh
es dan makan nasi di warung amal. Tentu dengan satu syarat yang telah kami
sepakati bersama: cari warung yang ada pelayan cewek cantiknya.
Untuk lelang, jangan kira kami cuma jadi penonton saja.
Kamipun tampil eksis berteriak menawar harga layaknya kumpulan pengusaha muda.
Tapi tentu dengan syarat yang telah kami sepakati bersama: Tawar pada saat
akhir-akhir acara alias pada detik-detik makanan terakhir dilelangkan. (Karena
disitu harga sudah mulai miring dan bersahabat dengan kantong kita, guys..he)
Ah, sayang sekali kegiatan ini sudah tidak ada yang
melaksanakan lagi. Orang lebih tertarik menadah di pinggir jalan sambil berujar
tak henti: disumbang pak, disumbang bu, seratuskah.. seribukah... timbai! Atau
membagi amplop ke rumah-rumah dengan embel-embel: BESOK DIAMBIL. Atau
mengerahkan orang-orang ke jalan dengan
mobil (yang mohon maaf biasanya menggunakan mobil butut) yang terkadang limit
waktunya: RANCAK BANAR. Kiranya penggalangan dana seperti ini lebih menarik
untuk dilakukan dan barangkali lebih efisien.
(Sumber Photo: www.antaranews.com)
(Sumber Photo: www.antaranews.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar