Dulu era tahun 90’an,
wajah sungai Nagara selalu akrab dilalui oleh angkutan air berupa kapal Klotok
yang mengangkut penumpang. Daerah yang didekap aliran sungai menyebabkan
transportasi air jadi primadona di Nagara pada zamannya. Saat itu kendaraan dan
angkutan darat hampir-hampir tak ada. Jalananpun masih perawan dengan ukurannya
yang sempit , penuh rumput dan belukar, dan masih tak beraspal.
Klotok Nagara biasanya mengangkut penumpang yang ingin
berjual-beli di Pasar Nagara. Ada pula yang khusus mengangkut santri dan
pelajar. Terkadang bisa juga dicarter untuk pergi ziarah, rekreasi ke Amuntai,
atau bahkan disewa bule untuk melihat Kalang Hadangan di Pandak Daun.
Sebuah pemandangan unik dimana sungai Nagara menjadi arena
pertarungan gelombang, adu bunyi mesin, perang asap knalpot, juga
perselingkuhan mata muda-mudi diatas atap klotok jika saling berpapasan. Pagi
diatas sungai sungai Nagara menjadi sebuah kenangan yang tidak lagi bisa
dinikmati oleh remaja dan pemuda sekarang.
Diatas klotok, mata kita akan dimanjakan oleh deretan
pemukiman penduduk yang seolah bertengger perkasa diatas air. Batang-batang
pemandian yang berjejer. Diatasnya ibu-ibu asik mencuci pakaian, anak-anak
kecil bertelanjang dada jumpalitan memamerkan keahlian salto dan berenang. Jika
beruntung, kita bisa mendapati gadis cantik yang tersipu malu saat mandi lantas
bergegas mencari tempat sembunyi. Sesekali bisa juga kita temukan waria yang
tersenyum mesra penuh cinta sambil mengedipkan mata menggoda.
Menyusuri arus sungai Nagara seperti sebuah napak tilas
mengenang masa muda. Pertaruhan cita-cita, ambisi, bahkan cinta sekalipun
mengkristal dalam riaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar